Menakar Kontribusi Perusahaan dalam Mengelola Limbah Makanan

Indonesia adalah negara penghasil sampah makanan kedua terbanyak di dunia. Berdasarkan data yang dilansir Tempo.co dan Kompas.id, Indonesia menghasilkan limbah makanan kurang lebih 300 kg per orang dengan total nilai setara 330 triliun rupiah. Angka tersebut menjadi tanda bahwa negara dengan 270 juta lebih penduduk ini memiliki masalah akut dalam pengelolaan limbah makanan. Buang-buang makanan menimbulkan dampak yang signifikan pada perubahan iklim. Melansir dari World Wildlife Fund (WWF), sisa makanan yang membusuk di tempat pemrosesan akhir (TPA) dapat menghasilkan gas metana yang menyumbang pemanasan global lebih tinggi daripada karbon dioksida. Limbah makanan sendiri menyumbang 8% emisi dari seluruh emisi gas rumah kaca lainnya. Dikutip dari WRI Indonesia, jika emisi limbah makanan adalah negara, maka ia menjadi emiter gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok dan Amerika Serikat. Sebagai salah satu aktor kunci dalam perekonomian dan pembangunan masyarakat, perusahaan memiliki peran penting yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung upaya pengelolaan limbah makanan, meskipun tanggung jawab utamanya tidak secara langsung berfokus pada pemberdayaan masyarakat, terutama bagi perusahaan yang core business-nya tidak terkait dengan makanan atau pengelolaannya. Skema bisnis yang berorientasi pada solusi pengelolaan limbah makanan di tingkat komunitas maupun Program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dimanfaatkan untuk menciptakan pengelolaan makanan yang berkelanjutan di berbagai sektor. Perusahaanperusahaan tersebut menjadi elemen penting untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang pemerintah Indonesia laksanakan untuk memitigasi krisis iklim yang semakin terasa dampaknya, terutama untuk merealisasikan tujuan ke-12 SDGs tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

0 Komentar

Untuk berkomentar, kamu wajib memiliki akun prospectus, Belum punya akun Prospectus? Daftar Disini